Pemilu Manusiawi

Pemilu 2019 dengan beban kerja teknis penyelenggaraan yang berat dan daya kompetisi yang sangat tajam memberi dampak kepada 718 petugas pemilu wafat. Jumlah ini diluar petugas pemilu yang sakit dan yang wafat pada jajaran pengawas, aparat keamanan, saksi serta tim kampanye. Dengan kesiapan pemilu 2024 yang relatif panjang, upaya mencegah hal serupa terulang dapat dilakukan.

Sejak informasi petugas wafat disampaikan beberapa KPU didaerah setelah hari pemungutan suara, KPU mengambil langkah meminta seluruh jajaran KPU didaerah melaporkan apabila ada petugas yang wafat. Dalam rentang waktu tanggal 16 -19 April sebanyak 84 petugas pemilu wafat, yaitu tanggal 16 April sebanyak 7 orang, 17 April sebanyak 28 orang, 18 April sebanyak 25 orang, 19 April sebanyak 24 orang.

Langkah taktis utama dilakukan berkoordinasi dengan Kemenkes guna dukungan pelayanan Kesehatan di kantor kecamatan dan kantor KPU di Kabupaten Kota. Kesepakatan kerjasama KPU dengan Kemenkes telah dibahas sebelum hari pemungutan suara sehingga dukungan kemenkes dapat optimal mendukung pada kegiatan rekapitulasi hasil pemilu di tingkat kecamatan dan kabupaten/kota.

KPU juga mengambil langkah meminta setiap KPU di daerah mendata setiap hari bila ada petugas yang wafat atau sakit dan menyampaikannya ke publik. Terakhir KPU berkoordinasi dengan pemerintah dan ada santunan uang duka untuk petugas yang wafat. Sejumlah pemda secara aktif juga memberi santunan.

Ki-ka: Petugas KPPS diperiksa oleh Tenaga Kesehatan saat PSU tanggal 24 April di TPS 49, Ciputat Timur (Sumber: Liputan 6.com, foto Arie Basuki/merdeka.com) dan Penyerahan santunan kepada keluarga petugas pemilu yang wafat di KPU Kaltim (Sumber: KPU Kaltim)

Ironisnya, kondisi petugas wafat menjadi bagian dari disinformasi pemilu 2019. Mulai tudingan dibunuh, diracun lewat rokok, dan sebagainya. Saya sendiri memilih menemui sejumlah keluarga petugas pemilu yang wafat sesaat setelahnya dan setelah pemilu datang menyampaikan santunan kepada keluarga petugas pemilu yang wafat. Pertama kali di daerah Jakarta, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Nusa Tenggara.

Peristiwa banyaknya petugas pemilu 2019 wafat memberi catatan penting untuk dievaluasi dan menjadi perhatian serius kedepan, yaitu bagaimana petugas wafat bisa diminimalisir pada pemilu 2024. Bagaimana disain teknis penyelenggaraan yang manusiawi?. Disain teknis penyelenggaraan tersebut musti sangat menimbang aspek manajemen SDM, yaitu analisis jabatan (Job Analysis).

Dalam manajemen sumber daya manusia, setiap jabatan atau pekerjaan perlu dilakukan analisis jabatan dan penilaian yang obyektif serta terukur. Job analysis melingkupi paling tidak tiga hal: job description, job specification dan job evaluation. Meskipun jabatan yang diemban itu hanya dikerjakan sekitar 3 hari, namun keberadaannya strategis-politis dan sejarah mencatat selalu ada petugas yang wafat sejak tahun 1955.

Petugas pemilu 1955 yang wafat secara keseluruhan sebanyak 164 orang karena berbagai sebab. Ada petugas wafat di Surabaya akibat kelelahan bekerja siang malam membuat salinan daftar pemilih, ada petugas wafat dalam perjalanan ditengah hutan mengantar logistik pemilu tersengat lebah, dan ada yang wafat karena dianiaya, dibunuh dan diculik gerombolan.

Saat itu pemerintah menyiapkan uang duka yang diberikan kepada petugas pemilu yang wafat sebesar Rp. 5.000 per orang. Secara administratif, PPI menerima 107 surat permintaan uang duka, terdiri dari unsur PPK, PPS, Pantarlih hingga PPPS yang diterima PPI dan diproses untuk mendapat uang duka. Jumlah ini diluar 14 surat permintaan yang dikembalikan dilakukan perbaikan dan pemenuhan kelengkapan administrasi.

Sejak terlibat menjadi penyelenggara pemilu tahun 2003, pada pelaksanaan pemilu 2004, 2009 dan 2014 selalu ada petugas pemilu wafat ditempat saya bertugas. Ditempat lain secara parsial saya dapat informasi serupa. Biasanya hal ini diketahui saat kami bertemu dalam rakor tingkat nasional. Dengan demikian ada persoalan serius dan klasik yang perlu menjadi perhatian utama untuk pemilu 2024. Terlebih regulasi pemilu 2024 sudah jelas dan kesiapan sejak dini telah diputuskan untuk dilakukan.

Terdapat tiga aspek yang perlu dievaluasi dan rekontruksi secara mendalam dan menyeluruh untuk meminimalisir petugas pemilu badan adhoc wafat, yaitu aspek teknis penyelenggaraan, aspek kriteria petugas pemilu dan aspek kesiapan pelaksanaan. Catatan pentingnya karena ini masalah klasik, dimungkinkan adanya hal baru untuk diterapkan.

Aspek teknis penyelenggaraan menjadi agenda utama karena beban berat sangat bergantung pada formula teknis kerja. Beban berat kerja badan adhoc, khususnya KPPS terdeteksi sejak regulasi ditetapkan, yaitu pemungutan suara lima kotak serentak dan harus selesai kegiatan pemungutan dan penghitungan pada hari yang sama (Pasal 383, ayat 2, UU Nomor 7 Tahun 2017). Ketentuan ini menjelang hari pemungutan suara dibatalkan oleh MK melalui Putusan Nomor 20/PUU-XVII/2019 yang dibacakan tanggal 28 Maret 2019 atau sekitar 3 minggu sebelum hari pemungutan suara. MK mengatur apabila penghitungan suara belum selesai dapat diperpanjang tanpa jeda paling lama 12 (dua belas) jam sejak berakhirnya hari pemungutan suara.

Peluang reformulasi aspek teknis paling tidak ada pada tiga bagian, yaitu menurunkan jumlah pemilih per TPS dengan konsekwensi jumlah anggaran bertambah banyak, membuat penghitungan suara paralel dari lima babak menjadi tiga babak dan digitalisasi Salinan hasil pemilihan di TPS yang jumlah sangat banyak untuk dilakukan secara manual. Upaya terakhir ini telah dirintis KPU RI dengan mengembangkan Sirekap pada pemilihan serentak 2020.

Aspek kriteria petugas pemilu perlu diperhatikan dengan menimbang usia dan kondisi Kesehatan calon petugas. Pada pemilihan serentak kepala 2020, KPU membuat batasan usia dan kondisi Kesehatan calon petugas sebagai bentuk penyesuaian pelaksanaan pemilihan dimasa pandemi Covid19. Perlakuan serupa bisa diterapkan untuk rektuirmen KPPS, PPS dan PPK, utamanya kepada mereka yang memiliki penyakit komorbid.

Aspek kesiapan pelaksanaan terkait dengan peningkatan kondisi kebugaran tubuh kerap terlewati. Realitas dilapangan, beban kerja yang berat tidak diikuti dengan kesiapan fisik petugas pemilu dilapangan. Sebagian petugas KPPS tidak terbiasa berolahraga sehingga tubuhnya tidak siap bekerja dengan optimal menyelenggarakan pemilu di TPS tanpa jeda sesuai putusan MK.

Pemilu sebagai ajang sirkulasi elite politik secara damai dan teratur salah satu nilai utamanya adalah tidak ada korban jiwa dalam pelaksanaannya. Kasus wafatnya petugas pemilu sejak tahun 1955 hingga 2019 lalu perlu disudahi dengan mengedepankan aspek kemanusiaan dalam disain kerja penyelenggaraan pemilu ditingkat badan adhoc. Semoga pemilu 2024 dapat terselenggara dengan manusiawi dan tidak lagi ada petugas pemilu yang wafat. Wallahu a’lam bisshowab.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *